Info Admin 0852 7005 5040 pin 5cad584a

Selasa, 01 Agustus 2017

Demokrasi La Roiba Fih

Demokrasi itu prinsip yang mutlak, pedoman perikehidupan yang bersifat absolute, tidak boleh ditolak, tidak boleh dipertanyakan, bahkan sedikit pun tidak boleh diragukan. Al Qur’an sebagai kitab suci umat islam, boleh dikatakan bahwa dirinya La Raiba Fih, tak ada keraguan padanya. Tetapi menurut undang - undang di negeriku orang boleh meragukan Al Qur’an, tidak melanggar hukum jika meninggalkannya, bahkan terdapat kecenderungan psikologis empiric untuk menganjurkan secara impisit sebaiknya orang menolak dan membencinya.
Tetapi tidak boleh bersikap demikian kepada demokrasi. Demokrasi - lah la raiba fih yang sejati.  Di dalam praktik konstitusi negeriku demokrasi lebih tinggi dari Tuhan. Tuhan berposisi dalam lingkup hak pribadi setiap orang, sedangkan demokrasi terletak pada kewajiban bersama, dan itu berarti juga kewajiban pribadi. Orang tidak ditangkap karena mengkhianati Tuhan, tetapi berhadapan dengan aparat hukum kalau menolak demokrasi.
Minimal diabaikan. Kalau engkau diam - diam tidak memilih demokrasi, engkau dianggap tak ada. Tetapi, kalau sampai engkau mengajak orang di depan umum untuk menolak demokrasi, engkau melanggar hukum.
Parpol itu kebenaran tunggal.Parpol itu satu - satunya yang berhak menyiapkan jalan kehidupan, jalan memilih wakil rakyat dan pemimpin negara. Kalau engkau tidak mau berjalan di jalanan yang disediakan parpol, suara abstainmu tidak dihitung. Kekecewaanmu tidak masuk ke dalam lembaran konstitusi negara.
Engkau tidak bisa berperan apa - apa selain di jalan demokrasi dan parpol. Peranmu harus mendukung dan wajib memilih satu di antara parpol - parpol itu. Aturan negara sendiri hanya memakai bahasa “hak pilih”, itu sebuah retorika budaya dan taktik politik. Sedangkan yang bertugas memakai kata “wajib memilih” alias “haram golput” adalah kaum ulama. Sebab idiom “wajib” itu berada di dalam otoritas kaum ulama, yakni wakil Allah di bumi, yang bertugas menata kehidupan umat manusia berdasarkan matriks “wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram”.
Atas nama demokrasi moralitas, agama, dan etika disampingkan, demokrasi seakan menjadi satu - satunya cara menuntaskan semua permasalahan hidup di negara ini. Dan melalui parpol nantinya arah kehidupan negara itu akan tahu jalannya kemana. Jika kita tidak mengikuti untuk menentukan arah jalan tersebut, maka harus siap - siap menanggung kekecewaan.
Atas nama demokrasi, semuanya dinomor duakan. Hal ini yang mengakibatkan keseimbangan yang bagus dalam penyelenggaraan negara. Dimana masyarakat tidak mengkombinasikan demokrasi dengan budaya yang sudah terbentuk sejak lama di Indonesia sendiri. Dan lagi - lagi masyarakat yang menjadi aktor di dalamnya menjadi korban pula dari demokrasi yang diagungkan ini.
Bahkan karena demokrasi pun ulama mengatakan golput itu haram, hal inilah yang terjadi pada Fatwa Ulama III MUI di Padang Panjang, Sumatera Barat. Hal yang lucu Tuhan sendiri, tidak pernah mengatakan bahwa tidak memilih itu sebuah keharaman, mungkin fatwa dari ulama ini didasari atas ketakutan akan nasib bangsa. Karena pada intinya demokrasi itu dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat.
Dan kalau rakyat mau melihat negara ini mengalami perubahan ke arah positif maka “wajib” hukumnya untuk memilih. Suatu hal yang lucu ketika melihat prinsip demokrasi yang mengedepankan kebebasan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar