Info Admin 0852 7005 5040 pin 5cad584a

Senin, 29 Februari 2016

Curhatan Mariani

“Namaku Mariani, orang-orang biasa memangilku Aryani. Ini adalah kisah perjalanan hidupku yang hingga hari ini masih belum lengkang dalam benakku. Sebuah kisah yang nyaris membuatku menyesal seumur hidup bila aku sendiri saat itu tidak berani mengambil sikap. Yah, sebuah perjalanan kisah yang sungguh aku sendiri takjub dibuatnya, sebab aku sendiri menyangka bahwa di dunia ini mungkin tak ada lagi orang seperti dia.

Tahun 2007 silam, aku dipaksa orang tuaku menikah dengan seorang pria, Kak Arfan namanya. Kak Arfan adalah seorang lelaki yang tinggal sekampung denganku, tapi dia seleting dengan kakakku saat sekolah dulu. Usia kami terpaut 4 Tahun. Yang aku tahu bahwa sejak kecilnya Kak Arfan adalah anak yang taat kepada orang tuanya dan juga rajin ibadah. Tabiatnya yang seperti itu terbawa-bawa sampai ia dewasa. Aku  merasa risih sendiri dengan Kak Arfan apabila berpapasan di jalan, sebab sopan santunnya sepertinya terlalu berlebihan pada orang-orang. Geli aku menyaksikannya, yah, kampungan banget gelagatnya…,

Setiap ada acara-acara ramai di kampung pun Kak Arfan tak pernah kelihatan bergabung sama teman-teman seusianya. Yaah, pasti kalau dicek ke rumahnya pun gak ada, orang tuanya pasti menjawab “Kak Arfan di mesjid nak, menghadiri taklim”. Dan memang mudah sekali mencari Kak Arfan, sejak lulus dari Pesantren Al-Khairat Kota Gorontalo.

Kak Arfan sering menghabiskan waktunya membantu orang tuanya jualan, kadang terlihat bersama bapaknya di kebun atau di sawah. Meskipun kadang sebagian teman sebayanya menyayangkan potensi dan kelebihan-kelebihannya yang tidak tersalurkan. Secara fisik memang Kak Arfan hampir tidak sepadan dengan ukuran ekonomi keluarganya yang pas-pasan. Sebab kadang gadis-gadis kampung suka menggodanya kalau Kak Arfan dalam keadaan rapi menghadiri acara-acara di desa.

Tapi bagiku sendiri, itu adalah hal yang biasa-biasa saja, sebab aku sendiri merasa bahwa sosok Kak Arfan adalah sosok yang tidak istimewa. Apa istimewanya menghadiri taklim, kuper dan kampungan banget. Kadang hatiku sendiri bertanya, koq bisa yah, ada orang yang sekolah di kota namun begitu kembali tak ada sedikitpun ciri-ciri kekotaan melekat pada dirinya, HP gak ada. Selain bantu orang tua, pasti kerjanya ngaji, sholat, taklim dan kembali ke kerja lagi. Seolah ruang lingkup hidupnya hanya monoton pada itu-itu saja, ke biosokop kek, ngumpul bareng teman-teman kek setiap malam minggunya di pertigaan kampung yang ramainya luar biasa setiap malam minggu dan malam Kamisnya. Apalagi setiap malam Kamis dan malam Minggunya ada acara curhat kisah yang TOP banget di sebuah station Radio Swasta digotontalo, kalau tidak salah ingat nama acaranya Suara Hati dan nama penyiarnya juga Satrio Herlambang.

Waktu terus bergulir dan seperti gadis-gadis modern pada umumnya yang tidak lepas dengan kata Pacaran, akupun demikian. Aku sendiri memiliki kekasih yang begitu sangat aku cintai, namanya Boby. Masa-masa indah kulewati bersama Boby. Indah kurasakan dunia remajaku saat itu. Kedua orang tua Boby sangat menyayangi aku dan sepertinya memiliki sinyal-sinyal restunya atas hubungan kami. Hingga musibah itu tiba, aku dilamar oleh seorang pria yang sudah sangat aku kenal. Yah siapa lagi kalau bukan si kuper Kak Arfan lewat pamanku. Orang tuanya Kak Arfan melamarku untuk anaknya yang kampungan itu.

Mendengar penuturan mama saat memberitahu padaku tentang lamaran itu, kurasakan dunia ini gelap, kepalaku pening…, aku berteriak sekencang-kencangnya menolak permintaan lamaran itu dengan tegas dan terbelit-belit aku sampaikan langsung pada kedua orang tuaku bahwa aku menolak lamaran keluarganya Kak Arfan. dan dengan terang-terangan pula aku sampaikan pula bahwa aku memiliki kekasih pujaan hatiku, Boby.

Mendengar semua itu ibuku shock dan jatuh tersungkur kelantai. Akupun tak menduga kalau sikapku yang egois itu akan membuat mama shock. Baru kutahu bahwa yang menyebabkan mama shok itu karena beliau sudah menerima secara resmi lamaran dari orang tuanya Kak Arfan. Hatiku sedih saat itu, kurasakan dunia begitu kelabu. Aku seperti menelan buah simalakama, seperti orang yang paranoid, tidak tahu harus ikut kata orang tua atau lari bersama kekasih hatiku Boby.

Hatiku sedih saat itu. Dengan berat hati dan penuh kesedihan aku menerima lamaran Kak Arfan untuk menjadi istrinya dan kujadikan malam terakhir perjumpaanku dengan Boby di rumahku untuk meluapkan kesedihanku. Meskipun kami saling mencintai, tapi mau tidak mau Boby harus merelakan aku menikah dengan Kak Arfan. Karena dia sendiri mengakui bahwa dia belum siap membina rumah tangga saat itu.

Tanggal 11 Agustus 2007 akhirnya pernikahanku pun digelar. Aku merasa bahwa pernikahan itu begitu menyesakkan dadaku. Air mataku tumpah di malam resepsi pernikahan itu. Di tengah senyuman orang-orang yang hadir pada acara itu, mungkin akulah yang paling tersiksa. Karena harus melepaskan masa remajaku dan menikah dengan lelaki yang tidak pernah kucintai. Dan yang paling membuatku tak bisa menahan air mataku, mantan kekasihku Boby hadir juga pada resepsi pernikahan tersebut. Ya Allah mengapa semua ini harus terjadi padaku ya Allah… mengapa aku yang harus jadi korban dari semua ini?

Waktu terus berputar dan malam pun semakin merayap. Hingga usailah acara resepsi pernikahan kami. Satu per satu para undangan pamit pulang hingga sepi lah rumah kami. Saat masuk ke dalam kamar, aku tidak mendapati suamiku Kak Arfan di dalamnya. Dan sebagai seorang istri yang hanya terpaksa menikah dengannya, maka aku pun membiarkannya dan langsung membaringkan tubuhku setalah sebelumnya menghapus make-up pengantinku dan melepaskan gaun pengantinku. Aku bahkan tak perduli kemana suamiku saat itu. Karena rasa capek dan diserang kantuk, aku pun akhirnya tertidur.

Tiba-tiba di sepertiga malam, aku tersentak tatkala melihat ada sosok hitam yang berdiri disamping ranjang tidurku. Dadaku berdegup kencang. Aku hampir saja berteriak histeris, andai saja saat itu tak kudengar suara  takbir terucap lirih dari sosok yang berdiri itu. Perlahan kuperhatikan dengan seksama, ternyata sosok yang berdiri di sampingku itu adalah Kak Arfan suamiku yang sedang sholat tahajud. Perlahan aku baringkan tubuhku sambil membalikkan diriku membelakanginya yang saat itu sedang sholat tahajud. Ya Allah aku lupa bahwa sekarang aku telah menjadi istrinya Kak Arfan. Tapi meskipun demikian, aku masih tak bisa menerima kehadirannya dalam hidupku. Saat itu karena masih dibawah perasan ngantuk, aku pun kembali teridur. Hingga pukul 04.00 dini hari, kudapati suamiku sedang tidur beralaskan sajadah di bawah ranjang pengantin kami.

Dadaku kembali berdetak kencang kala mendapatinya. Aku masih belum percaya kalau aku telah bersuami. Tapi ada sebuah pertanyaaan terbetik dalam benakku. Mengapa dia tidak tidur di ranjang bersamaku. Kalaupun dia belum ingin menyentuhku, paling gak dia tidur seranjang denganku itukan logikanya. Ada apa ini? ujarku perlahan dalam hati. Aku sendiri merasa bahwa mungkin malam itu Kak Arfan kecapekan sama sepertiku sehingga dia tidak mendatangiku dan menunaikan kewajibannya sebagai seorang suami. Tapi apa peduliku dengan itu semua, toh akupun tidak menginginkannya, gumamku dalam hati.

Hari-hari terus berlalu. Kami pun mejalani aktifitas kami masing-masing, Kak Arfan bekerja mencari rezeki dengan pekerjaannya. Sedangkan aku di rumah berusaha semaksimal mungkin untuk memahami bahwa aku telah bersuami dan memiliki kewajiban melayani suamiku. Yah minimal menyediakan makanannya, meskipun kenangan-kenangan bersama Boby belum hilang dari benakku, aku bahkan masih merindukannya.

Semula kufikir bahwa prilaku Kak Arfan yang tidak pernah menyentuhku dan menunaikan kewajibannya sebagai suami itu hanya terjadi malam pernikahan kami. Tapi ternyata yang terjadi hampir setiap malam sejak malam pengantin itu, Kak Arfan selalu tidur beralaskan permadani di bawah ranjang atau tidur di atas sofa dalam kamar kami. Dia tidak pernah menyentuhku walau hanya menjabat tanganku. Jujur segala kebutuhanku selalu dipenuhinya. Secara lahir dia selalu menafkahiku, bahkan nafkah lahir yang dia berikan lebih dari apa yang aku butuhan. Tapi soal biologis, Kak Arfan tak pernah sama sekali mengungkit- ungkitnya atau menuntutnya dariku. Bahkan yang tidak pernah kufahami, pernah secara tidak sengaja kami bertabrakan di depan pintu kamar, Kak Arfan meminta maaf seolah merasa bersalah karena telah menyentuhku.

Ada apa dengan Kak Arfan? Apakah dia lelaki normal? Kenapa dia begitu dingin padaku? Apakah aku kurang di matanya? atau? Pendengar, jujur merasakan semua itu, membuat banyak pertanyaan berkecamuk dalam benakku. Ada apa dengan suamiku? Bukankah dia adalah pria yang beragama dan tahu bahwa menafkahi istri itu secara lahir dan batin adalah kewajibannya? Ada apa dengannya? padahal setiap hari dia mengisi acara-acara keagamaan di mesjid. Dia begitu santun pada orang-orang dan begitu patuh kepada kedua orangtuanya. Bahkan terhadap aku pun hampir semua kewajibannya telah dia tunaikan dengan hikmah, tidak pernah sekali pun dia bersikap kasar dan berkata-kata keras padaku. Bahkan Kak Arfan terlalu lembut bagiku.

Tapi satu yang belum dia tunaikan yaitu nafkah batinku. Aku sendiri saat mendapat perlakuan darinya setiap hari yang begitu lembutnya mulai menumbuhkan rasa cintaku padanya dan membuatku perlahan-lahan melupakan masa laluku bersama Boby. Aku bahkan mulai merindukannya tatkala dia sedang tidak di rumah. Aku bahkan selalu berusaha menyenangkan hatinya dengan melakukan apa-apa yang dia anjurkannya lewat ceramah-ceramahnya pada wanita-wanita muslimah, yakni mulai memakai busana muslimah yang syar’i.

Memang dua hari setelah pernikahan kami, Kak Arfan memberiku hadiah yang diisi dalam karton besar. Semula aku mengira bahwa hadiah itu adalah alat-alat rumah tangga. Tapi setelah kubuka, ternyata isinya lima potong jubah panjang berwarna gelap, lima buah jilbab panjang sampai selutut juga berwana gelap, lima buah kaos kaki tebal panjang berwarna hitam dan lima pasang manset berwarna gelap pula. Jujur saat membukanya aku sedikit tersinggung, sebab yang ada dalam bayanganku bahwa inilah konsekuensi menikah dengan seorang ustadz. Aku mengira bahwa dia akan memaksa aku untuk menggunakannya. Ternyata dugaanku salah sama sekali. Sebab hadiah itu tidak pernah disentuhnya atau ditanyakannya.

Kini aku mulai menggunakannya tanpa paksaan siapapun. Kukenakan busana itu agar dia tahu bahwa aku mulai menganggapnya istimewa. Bahkan kebiasaannya sebelum tidur dalam mengajipun sudah mulai aku ikuti. Kadang ceramah-ceramahnya di mesjid sering aku ikuti dan aku praktekkan di rumah.

Tapi satu yang belum bisa aku mengerti darinya. Entah mengapa hingga enam bulan pernikahan kami, dia tidak pernah menyentuhku. Setiap masuk kamar pasti sebelum tidur, dia selalu mengawali dengan mengaji, lalu tidur di atas hamparan permadani di bawah ranjang hingga terjaga lagi di sepertiga malam, lalu melaksanakan sholat Tahajud. Hingga suatu saat Kak Arfan jatuh sakit. Tubuhnya demam dan panasnya sangat tinggi. Aku sendiri bingung bagaimana cara menanganinya. Sebab Kak Arfan sendiri tidak pernah menyentuhku. Aku khawatir dia akan menolakku bila aku menawarkan jasa membantunya. Ya Allah..apa yang harus aku lakukan saat ini. Aku ingin sekali meringankan sakitnya, tapi apa yang harus saya lakukan ya Allah..

Malam itu aku tidur dalam kegelisahan. Aku tak bisa tidur mendengar hembusan nafasnya yang seolah sesak. Kudengar Kak Arfan pun sering mengigau kecil. Mungkin karena suhu panasnya yang tinggi sehingga ia selalu mengigau. Sementara malam begitu dingin, hujan sangat deras disetai angin yang bertiup kencang. Kasihan Kak Arfan, pasti dia sangat kedinginan saat ini. Perlahan aku bangun dari pembaringan dan menatapnya yang sedang tertidur pulas. Kupasangkan selimutnya yang sudah menjulur kekakinya. Ingin sekali aku merebahkan diriku di sampingnya atau sekedar mengompresnya. Tapi aku tak tahu bagaimana harus memulainya. Hingga akhirnya aku tak kuasa menahan keinginan hatiku untuk mendekatkan tanganku di dahinya untuk meraba suhu panas tubuhnya.

Tapi baru beberapa detik tanganku menyentuh kulit dahinya, Kak Arfan terbangun dan langsung duduk agak menjauh dariku sambil berujar ”Afwan dek, kau belum tidur? Kenapa ada di bawah? Nanti kau kedinginan? Ayo naik lagi ke ranjangmu dan tidur lagi, nanti besok kau capek dan jatuh sakit?” pinta kak Arfan padaku. Hatiku miris saat mendengar semua itu. Dadaku sesak, mengapa Kak Arfan selalu dingin padaku. Apakah dia menganggap aku orang lain. Apakah di hatinya tak ada cinta sama sekali untukku. Tanpa kusadari air mataku menetes sambil menahan isak yang ingin sekali kulapkan dengan teriakan. Hingga akhirnya gemuruh di hatiku tak bisa kubendung juga.

”Afwan kak, kenapa sikapmu selama ini padaku begitu dingin? Kau bahkan tak pernah mau menyentuhku walaupun hanya sekedar menjabat tanganku? Bukankah aku ini istrimu? Bukankah aku telah halal buatmu? Lalu mengapa kau jadikan aku sebagai patung perhiasan kamarmu? Apa artinya diriku bagimu kak? Apa artinya aku bagimu kak? Kalau kau tidak mencintaiku lantas mengapa kau menikahiku? Mengapa kak? mengapa?” Ujarku disela isak tangis yang tak bisa kutahan.

Tak ada reaksi apapun dari Kak Arfan menanggapi galaunya hatiku dalam tangis yang tersedu itu. Yang nampak adalah dia memperbaiki posisi duduknya dan melirik jam yang menempel di dinding kamar kami. Hingga akhirnya dia mendekatiku dan perlahan berujar padaku:

”Dek, jangan kau pernah bertanya pada kakak tentang perasaan ini padamu. Karena sesungguhnya kakak begitu sangat mencintaimu. Tetapi tanyakanlah semua itu pada dirimu sendiri. Apakah saat ini telah ada cinta di hatimu untuk kakak? Kakak tahu dan kakak yakin pasti suatu saat kau akan bertanya mengapa sikap kakak selama ini begitu dingin padamu. Sebelumnya kakak minta maaf bila semuanya baru kakak kabarkan padamu malam ini. Kau mau tanyakan apa maksud kakak sebenarnya dengan semua ini?” ujar Kak Arfan dengan agak sedikit gugup.

“Iya tolong jelaskan pada saya Kak, mengapa kakak begitu tega melakukan ini padaku? tolong jelaskan Kak?” Ujarku menimpali tuturnya kak Arfan.

“Hhhhhmmm, Dek kau tahu apa itu pelacur? Dan apa pekerjaan seorang pelacur? Afwan dek dalam pemahaman kakak, seorang pelacur itu adalah seorang wanita penghibur yang kerjanya melayani para lelaki hidung belang untuk mendapatkan materi tanpa peduli apakah di hatinya ada cinta untuk lelaki itu atau tidak. Bahkan seorang pelacur terkadang harus meneteskan air mata mana kala dia harus melayani nafsu lelaki yang tidak dicintainya. Bahkan dia sendiri tidak merasakan kesenangan dari apa yang sedang terjadi saat itu. kakak tidak ingin hal itu terjadi padamu dek.

Kau istriku dek, betapa bejatnya kakak ketika kakak harus memaksamu melayani kakak dengan paksaan saat malam pertama pernikahan kita. Sedangkan di hatimu tak ada cinta sama sekali buat kaka. Alangkah berdosanya kakak, bila pada saat melampiaskan birahi kakak padamu malam itu, sementara yang ada dalam benakmu bukanlah kakak tetapi ada lelaki lain. Kau tahu dek, sehari sebelum pernikahan kita digelar, kakak sempat datang ke rumahmu untuk memenuhi undangan Bapakmu. Tapi begitu kakak berada di depan pintu pagar rumahmu, kakak melihat dengan mata kepala kakak sendiri kesedihanmu yang kau lampiaskan pada kekasihmu Boby. Kau ungkapkan pada Boby bahwa kau tidak mencintai kakak. Kau ungkapkan pada Boby bahwa kau hanya akan mencintainya selamanya. Saat itu kakak merasa bahwa kakak telah merampas kebahagiaanmu.

Kakak yakin bahwa kau menerima pinangan kakak itu karena terpaksa. Kakak juga mempelajari sikapmu saat di pelaminan. Begitu sedihnya hatimu saat bersanding di pelaminan bersama kakak. Lantas haruskah kakak egois dengan mengabaikan apa yang kau rasakan saat itu. Sementara tanpa memperdulikan perasaanmu, kakak menunaikan kewajiban kakak sebagai suamimu di malam pertama. Semenatara kau sendiri akan mematung dengan deraian air mata karena terpaksa melayani kakak?

Kau istriku dek, sekali lagi kau istriku. Kau tahu, kakak sangat mencintaimu. Kakak akan menunaikan semua itu manakala di hatimu telah ada cinta untuk kakak. Agar kau tidak merasa diperkosa hak-hakmu. Agar kau bisa menikmati apa yang kita lakukan bersama. Alhamdulillah apabila hari ini kau telah mencintai kakak. Kakak juga merasa bersyukur bila kau telah melupakan mantan kekasihmu itu. Beberapa hari ini kakak perhatikan kau juga telah menggunakan busana muslimah yang syar’i. Pinta kakak padamu dek, luruskan niatmu, kalau kemarin kau mengenakan busana itu untuk menyenangkan hati kakak semata. Maka sekarang luruskan niatmu, niatkan semua itu untuk Allah ta’ala selanjutnya untuk kakak.”


Mendengar semua itu, aku memeluk suamiku. Aku merasa bahwa dia adalah lelaki terbaik yang pernah kujumpai selama hidupku. Aku bahkan telah melupakan Boby. Aku merasa bahwa malam itu, aku adalah wanita yang paling bahagia di dunia. Sebab meskipun dalam keadaan sakit, untuk pertama kalinya Kak Arfan mendatangiku sebagai seorang suami. Hari-hari kami lalui dengan bahagia. Kak Arfan begitu sangat kharismatik. Terkadang dia seperti seorang kakak buatku dan terkadang seperti orang tua. Darinya aku banyak belajar banyak hal. Perlahan aku mulai meluruskan niatku dengan menggunakan busana yang syar’i, semata-mata karena Allah dan untuk menyenangkan hati suamiku.

Sebulan setelah malam itu, dalam rahimku telah tumbuh benih-benih cinta kami berdua. Alhamdulillah, aku sangat bahagia bersuamikan dia. Darinya aku belajar banyak tentang agama. Hari demi hari kami lalui dengan kebahagiaan. Ternyata dia mencintaiku lebih dari apa yang aku bayangkan. Dulu aku hampir saja melakukan tindakan bodoh dengan menolak pinangannya. Aku fikir kebahagiaan itu akan berlangsung lama diantara kami, setelah lahir Abdurrahman, hasil cinta kami berdua.

Di akhir tahun 2008,  Kak Arfan mengalami kecelakaan dan usianya tidak panjang. Sebab Kak Arfan meninggal dunia sehari setelah kecelakaan tersebut. Aku sangat kehilangannya. Aku seperti kehilangan penopang hidupku. Aku kehilangan kekasihku. Aku kehilangan murobbiku, aku kehilangan suamiku. Tidak pernah terbayangkan olehku bahwa kebahagiaan bersamanya begitu singkat. Yang tidak pernah aku lupakan di akhir kehidupannya Kak Arfan, dia masih sempat menasehatkan sesuatu padaku:

“Dek.. pertemuan dan perpisahan itu adalah fitrahnya kehidupan. Kalau ternyata kita berpisah besok atau lusa, kakak minta padamu Dek.., jaga Abdurrahman dengan baik. Jadikan dia sebagai mujahid yang senantiasa membela agama, senantiasa menjadi yang terbaik untuk ummat. Didik dia dengan baik Dek, jangan sia-siakan dia.

Satu permintaan kakak.., kalau suatu saat ada seorang pria yang datang melamarmu, maka pilihlah pria yang tidak hanya mencintaimu. Tetapi juga mau menerima kehadiran anak kita.

Maafkan kakak Dek.., bila selama bersamamu, ada kekurangan yang telah kakak perbuat untukmu. Senantiasalah berdoa.., kalau kita berpisah di dunia ini..Insya Allah kita akan berjumpa kembali di akhirat kelak . Kalau Allah mentakdirkan kakak yang pergi lebih dahulu meninggalkanmu, Insya Allah kakak akan senantiasa menantimu..”

Demikianlah pesan terakhir Kak Arfan sebelum keesokan harinya Kak Arfan meninggalkan dunia ini. Hatiku sangat sedih saat itu. Aku merasa sangat kehilangan. Tetapi aku berusaha mewujudkan harapan terakhirnya, mendidik dan menjaga Abdurrahman dengan baik. Selamat jalan Kak Arfan. Aku akan selalu mengenangmu dalam setiap doa-doaku, amiin. Wasallam” 

***

Semoga dapat menginspirasi kita sebagai wanita

Jumat, 26 Februari 2016

Fakta Unik Tentang Agama

Setelah membaca ini masih yakinkah anda bahwa muslim terlahir sebagai rakyat miskin
Lihatlah 5 negara berikut.
5 negara termiskin di dunia 2016, yaitu:
-Malawi
Malawi merupakan negara di Afrika bagian selatan dengan jumlah perkapita US$ 226,5. Menurut Bank Dunia, pendapatan tersebut merupakan pendapatan terendah yang ada di dunia. Keadaan negara diperparah dengan adanya bencana banjir bandang yang menyebabkan negara ini mengalami titik terendah di januari 2015.
-Republik Demokratik Kongo
Kongo merupakan negara yang ebrada di Afrika bagian tengah dengan ibukota Kinshasa. Pendapatan perkapita dari negara ini adalah sekitar US$ 394.25
-Zimbabwe
Negara Zimbabwe berada di Afrika bagian selatan dengan ibukota Harare. Jumlah pendapatan perkapita dari negara ini adalah sekitar US$ 589.46.
-Burundi
Burudi merupakan negara yang berada di danau besar yang ada di tengah Afrika. Negara ini tidak memiliki laut dan berbatasan dengan Rwanda di utara dan Tanzania di selatan dan timur, Kongo di sebelah barat. Negara beribu kota di Bujumbura memiliki pendapatan perkapita USD$ 648.58.
-Liberia
Negara Liberia berada di pesisir barat Afrika dengan ibukota di Monrovia. Perang saudara dan krisis ekonomi, menempatkan negara ini menjadi salah satu negara termiskin di dunia. Pendapatan perkapita yang didapat sekitar US$ 716.04.
Dan jika anda mendalami siapa negara2 tersebut...
Jawabannya sederhana...
Mereka adalah kaum non muslim...
Dan kalau saya sebutkan apa agama yg menguasai negara tersebut...
Maka kurang enak rasanya sama agama sebelah...
Mulai dari sekarang berhentilah mengeluhkan keadaan dan menyalahkan Islam...
Sesungguhnya Islam adalah Rahmah lil Alamun...
Wallahu A'lam

Oleh Muhammad Rizki Akbar Siregar

Senin, 22 Februari 2016

Suami Ku Imam Seluruh Makmum

Suami ku Imam seluruh Makmum
Oleh: Muhammad Rizki Akbar Siregar Al-Batubarowi

Nama ku Nurmala Sari seorang wanita sederhana tamatan SMA yang berharap menajdi Isteri Sholehah untuk Suami ku.
Siregar, itulah panggilan yang sering di ucapkan oleh rekan-rekan suami ku.
Suami ku adalah seorang pedagang kecil-kecilan yang aktiv di bidang keorganisasian Islam. Suatu hal yang aku banggakan darinya ia adalah seorang yang bermasyarakat dan mampu mengumpulkan masyarakat dalam satu tujuan di tengah kesibukannya menjadi pedagang. Walaupun bukan pejabat negara maupun desa, namun tak jarang ia mengantarkan keluh kesah masyarakat kepada pejabat daerah seperti Bupati maupun DPRD.
Tak terhitung berapa organisasi yang sudah di kepalainya mulai dari sekedar remaja mesjid di desanya, sampai menjadi ketua Badan Komunikasi Pemuda Remaja Mesjid Indonesia kabupaten Batubara, kecintaannya terhadap organisasi inilah yang membuat aku mengenalnya saat pertemuan pertama ku dengannya setahun lalu ketika turut ambil bagian dalam membangun pengembangan remaja mesjid di desa ku. Enam bulan masa perkenalan kami sebelum ahirnya kami memutuskan menikah tepat di tanggal 29 November 2014.
Masih dalam suasana pengantin baru hari-hari ku yang kini ku lalui sangat bahagia. Walaupun belum terlalu mengenalnya, ku coba untuk mengenalnya melalui berbagai tulisan yang pernah ia buat. Banyak diantara tulisannya berkisah tentang perjuangannya di organisasi-organisasi bentukannya. Kisah perjuangan hidupnya menempuh S1 di kota Medan. Tulisan tulisan yang ia buat begitu berkesan di hatiku dan menurut ku ia pantas untuk menjadi penulis hebat.
Kekaguman ku pada tulisannya terhenti sampai ahirnya aku menemui catatannya yang berjudul "Tidak Untuk Dibuang".
Buku yang menceritakan ia dengan seorang wanita berbodi langsing, tinggi, putih, dan memiliki bola mata besar bernama Aisyah. Wanita yang belum ku kenal ini sungguh membuat hati ku sedikit cemburu. Betapa tidak aku cemburu dengan nya karena suami ku mengincar wanita ini sejak kelas dua SMA ungkapnya di dalam buku ini.
Dituangkannya cerita sakitnya kegagalan cintanya di buku ini dengan si Aisyah. Dalam hati teriak cemburu membaca buku ini.

***

Malam ini tepat enam bulan hari pernikahan kami, seperti bisanya kami selalu membicarakan tentang sebetapa kami berdua sangat saling menyanyangi dan berjanji akan selalu sehidup semati, seiya sekata. Malam penuh cinta ini benar-benar kami nikmati sebagai pasangan muda suami isteri. Ditengah kenikmatan itu aku teringat sosok Aisyah yang juga pernah menaklukkan hati suami ku, dan ku beranikan diri untuk melihat seberapa dekat suami ku dengan wanita itu, dengan meminta izin ke suami ku agar memberikan aku kebebasan membuka facebooknya, suamiku mengiyakan permintaan ku dengan suara penuh cintanya yang membuat legah perasaan ku malam ini. Hati ku tenang ditambah kehangatan cinta yang suami ku berikan malam ini.

***

Dengan izin dari suami ku malam tadi, hari ini ku coba untuk membuka facebook suami ku dan ku lihat percakapannya dengan teman-temannya dan hati ku sangat cemburu karena mendapatkan banyak dari percakapan teratasnya merupakan wanita semua, dan yang paling menyakitkan hatiku bahkan tadi malampun sebelum tidur bersama ku, suami ku masih sempat chattingan dengan Siti Aisyah. Nama Aisyah membuat hati ku bertambah panas, di tambah isi obrolan suami ku dengan Aisyah yang tampak menyemangati Aisyah yang lolos beasiswa Program Magister di Universitas Indonesia. Tampaknya aku memang wanita yang tidak sebanding dengan Aisyah, aku hanyalah wanita bodoh tak berpendidikan jauh berbeda dengan Aisyah.
Seperti bara yang membakar dada ini, tak terbayangkan betapa panasnya jiwa ini melihat kelakuan suami ku bahkan ketika usia pernikahannya pun hanya seusia jagung. Aku memang salah mempercayai lelaki yang belum terlalu lama ku kenal sebelumnya, ia melandaskan agama sebagai penakluk hati wanita. Ia sungguh kejam sampai membuat tak selera makan ku siang ini.
Petang ini sengaja tak ku sambut ia di depan pintu. Ku kurung diri ku di kamar sambil berbaring menahan sakit hati yang teriris oleh suami yang selama ini ku banggakan sebagai sosok kepala rumah tangga yang serba bisa.
Lama terbaring ku di kasur empuk yang biasa ku nikmati dengan penuh cinta dengan suami ku, namun kali ini kurasakan pahit yang menghantarkan ku terlelap dalam tidur sambil meneteskan air mata.

***

Sebuah kecupan kecil menyentakkan ku dari tidur ku dan terdengar bisikan kecil yang tak asing lagi bagiku
"Sudah sholat Maghrib Isteriku?" bisik suara familiar itu ketelinga ku
Langsung ku bukakan mataku, ku lihat suami ku lah yang barusan menjagakan ku dari tidur haru ku, bergegas ku tinggalkan ia menuju keluar kamar untuk bersegera sholat maghrib.
Selepas sholat ku lihat suami ku di depan meja makan sedang sibuk dengan ponselnya dan tampak dari kejauhan ia sedang membuka facebook, makin cemburu hati ku dan hanya nama Aisyah yang hanya terpikir dalam benak ku. Wanita yang begitu dipuja suami ku ini benar benar telah merusak keharmonisan rumah pengantin baru kami.
Senyuman manis yang menusuk hati ku itu, menghadap ke aku.
"Abang akan berangkat ke Jakarta esok pagi, menginap sehari di tempat kawan abang di sana, selepas dari Jakarta abang ada pertemuan dengan alumni sekolah abang di Medan. Serta tak lupa abang belanja barang dagangan kita, adek ada yang mau nitip pesanan tuk abang belikan tak?" tanya nya dengan senyum menatap ku.
"Tidak Bang" jawab ku singkat sambil merasakan hati ku sangat kacau, karena ku yakin Aisyah pasti turut hadir dalam pertemuan alumni tersebut. Apalagi di Jakarta ada Aisyah, mungkin Aisyah yang akan menjumputnya di sana, dan mereka akan hadir bersama di pertemuan itu dari Jakarta ke Medan bersama.
Tidak, aku tidak boleh berpikir yang tidak-tidak ke suami ku
"Aku titip kepercayaan aku ke Abang ya selama di perjalanan" ucap ku menenangkan diri sambil tersenyum kepadanya.
"InsyaAllah" jawabnya sambil tersenyum.
Pagi cerah ini ku lepaslah suami ku yang sedang aku cemburui ini ke Jakarta, ku doakan ia sampai ketujuan dengan selamat, kecupan di pipi ku pagi ini pun membuat sedih hati ku, walaupun aku kesal, karena mungkin saja nanti ia akan bertemu dengan kasih tak sampai nya Aisyah.

***

Suntuk ku di rumah sendirian, ku coba untuk membuka facebook suami ku, melihat apa saja yang ia bahas dalam obrolan facebook nya malam tadi.
Benar dugaan ku, suami ku tadi malam chattingan dengan Aisyah kasih tak sampai nyaitu, teriris hati ku membaca bahwa Aisyah akan menunggunya di Bandara Halim Perdana Kusuma untuk menemui teman Aisyah. Ternyata benar dugaan ku selama ini suami ku benar-benar telah menduakan ku dan belum bisa lupa dengan Aisyah.
Ku kemasi pakaian ku dan beranjak aku pergi pulang kerumah orang tua ku.

***

Diperjalanan bus dari Batubara menuju ke rumah orang tua ku yang yang terletak di Indrapura. Ku pandangi foto suami ku ketika berijab qobul yang di lakukannya bersama ayah ku melalui facebook, ternyata keindahan yang baru dibangunnya ini tak bertahan lama, tak sekuat cinta masa lalunya dengan Aisyah. Ia berangkat ke Jakarta menemui cinta masa lalunya dan meninggalkan aku sendirian di rumah yang berstatus isteri resminya. Betapa sedih perasaan ku, tak kuat ku bendung deret tetesan air mata ini yang jatuh mengguyur membasahi pipi ini.
Tiba-tiba aku merasa mual begitu dalam, ini adalah hal yang sudah lumrah bagi ku karena aku mabuk perjalanan dengan menggunakan bus. Mual yang begitu mendalam ini membuat ku muntah parah. Untung masih sempat aku muntuh kedalam kantong plastik hingga tak membuat muntahan ku ini mengenai orang-orang di sekitar ku.
Pandangan dari penumpang yang nampak jijik melihat ku, membayangkan ku bahwa kini sudah tiada yang peduli kepada ku. Semua orang kini menjijikkan pandangannya ke aku, mungkin begitu juga dengan suami ku dan Aisyah yang sedang berbahagia di luar sana.

***

Seturun ku dari bus dengan beban yang cukup sarat dengan pakain ku, ku pandangi sebuah mesjid yang menjadi tempat pertemuan pertama ku dengan suami ku namun pandangan ku makin buram mungkin disebabkan banyaknya muntahan yang aku keluarkan tadi. Pandangan ku makin memburam sampai membuat ku terjatuh tergeletak saat berjalan memasuki gang rumah orang tua ku.

***

Ku bukakan mata ku dan ku lihat sudah ada ayah dan ibu ku di depan ku, dan ternyata aku kini sudah terbaring di puskesmas yang terletak di depan rumah ku.
"Di mana Batak yang sudah membiarkan isterinya yang sedang hamil tiga bulan, pulang sendirian?" tanya ayah ku dengan nada agak keras.
"Dia sedang ke Jakarta ada urusan katanya" kata ku dengan nada yang masih lemas.
Apa aku hamil? Bagaimana jika betul suami ku mendua? Bagaimana harus ku biayai anak ku ini? Bagaimana perasaan anak ku nanti jika ia harus menerima hidup tanpa seorang Ayah? Hati kecil ku benar-benar menangis menerima kenyataan pahit ini.
Setelah dibawa pulang ke rumah ku, nafsu makan ku hilang rasa mual-mual begitu ku rasakan. Ternyata inilah yang ibu ku rasakan ketika aku dalam kandungan ibu ku dulu. Hanya susu dengan rasa yang tidak tahu bagaimana rasanya harus ku jelaskan itu yang ku minum, karena aku takut anak ku kekurangan gizi.

***

Tiga hari aku tergeletak di dalam kamar ku dengan keadaan lemas yang tak katulungan, kamar yang dulunya kuhuni semasa gadis ku ini benar-benar menghantui ku. Aku takut suatu saat harus kembali ke kamar ini dengan status janda.
"Oh janin ku jika engkau laki-laki maka jangan jadilah seperti ayah mu yang memperlakukan ibu mu seperti ini, jika engkau perempuan maka janganlah jadi seperti ibu yang diperlakukan ayah mu seperti ini" kataku sambil mengusap perutku yang tak tahan membendung curahan air mata ku sebelum menghantarkan ku tertidur dalam lelap ku dengan air mata yang mengalir.

***

Sebuah kecupan membangunkan ku dari tidur ku
"Sudah sholat Ashar mama Regar ku, aku bawakan oleh-oleh yang engkau pinta" suara bisikan yang tak lain adalah suami ku.
Basahan air mata di pipi ku yang belum kering, kini semakin deras mengalir tumpah ruah membasahi pipi ku melihat suami ku membawakan sebuah buku yang berjudul "Isteri Ku Nurmala Sari". Bukan hanya cemburu, sebenarnya aku pun tidak bisa berpisah tidur dari suami ku ini. Langsung ku pagut lehernya bukti kerinduan ku padanya
"Kenapa di Jakarta mesti di jemput Aisyah, kayak gak ada orang lain aja?" tanya ku dengan nada yang agak tinggi sambil melepaskan pelukan ku.
"Karena abang mintak antari ke tunangannya yang udah ngeluari buku ini untuk Abang" jawab nya samil menunjuk buku Isteri Ku Nurmala Sari tersebut
"Pasti cemburu kan?" tanyanya sambil tertawa
"Iyalah, pasti pulang ke Medan juga sama Aisyah kan, untuk kumpul di acara perkumpulan reuni dengan kawan-kawan abang? Tanya ku cemburu
"Gak ah, Aisyah masih di Jakarta untuk ngurus pengeluaran buku kedua abang dengan tunangannya" jawab suami ku dengan wajah manisnya.
"Semua kisah cinta abang udah berubah haluan kedalam buku ini, Isteri Ku Nurmala Sari" katanya dengan suara pelan.
"Minggu depan, Abang mau ngajak adek ke acara pembukaan Persatuan Alumni Pelajar Al-washliyah. Ahamdulillah di situ abang di tunjuk sebagai ketua. Adek mau ikutkan?" tanyanya
Ku anggukkan kepala ku tanda mau ku ikut dengannya
Setelah pulangnya suami ku dan mendengar penjelasannya dada ku begitu tenang rasanya, cemburu yang membara kini mereda. Kali ini nafsu makan ku meningkat membuat berat badan ku yang sudah hilang selama tiga hari ini kembali normal, bahkan kali ini ku mulai merasakan seperti ibu-ibu sedang hamil.

***

Seminggu telah berlalu dengan nafsu makan ku yang benar-benar menggila ini apakah suami ku tidak malu memamerkan aku di depan teman-temannya? Namun senyuman dan pegangan tangannya ini benar-benar meyakinkan ku bahwa ia tidak malu membawa ku bersamanya.
Di kerumunan keramaian teman-teman suami ku, aku di kagetkan dengan sentuhan di bahuku oleh seorang wanita.
"Mama Regar ya?" tanyanya mengagetkan ku
Sempat aku keheranan dengan sosok wanita dengan bodi langsing, tinggi, putih, dan memiliki bola mata yang besar bak Aisyah yang di ceritakan suami ku dalam buku Tidak Untuk Dibuang.
"Semoga bayi Regar yang kamu kandung ini seperti bapaknya ya" doanya sambil memegang bahu ku.
"Inilah isteri tercinta ku Aisyah, sosok yang menghantarkan ku dalam suksesnya terbit buku Isteri Ku Nurmala Sari" kata suami ku memperkenalkan aku kepada Aisyah
Jadi inilah Aisyah yang selama ini di puja suami ku, orangnya begitu cantik dan anggun. Sangat pantas jika suami ku menjadi salahsatu lelaki yang pemujanya.
"Bukumu sudah dipromosikan tunangan ku sebagai penerbit, dan hasilnya lumayan bagus. Mungkin di depan podium nanti bisa kamu promosikan bukunya" terang Aisyah kepada suami ku
Suami ku hanya tersenyum.
Acara demi acara pun berlangsung sampai puncak acara yaitu kata pembukaan resmi Persatuan Alumni Pelajar Al-Washliyah yang di sampaikan oleh suami ku.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh. Salam persatuan para alumni pelajar al-washliyah. Di kesempatan berbahagia ini, alhamdulillah kita telah berprestasi dalam mempersatukan diri dalam forum resmi Persatuan Alumni Pelajar Al-Washliyah. Dan satu lagi prestasi pelajar Al-Washliyah yang baru saja menerbitkan sebuah buku yang berjudul Isteri Ku Nurmala Sari. Besar harapan saya seluruh pelajar Al-Washliyah yang hadir di kesempatan ini mampu berprestasi secara total untuk membuktikan eksistensi pelajara Al-Washliyah bukan hanya isapan jempol belaka. Baiklah, dengan mengucap Bismillah maka Persatuan Alumni Pelajar Al-Washliyah" pidato suami ku yang disambut tepuk tangan meriah hadirin.
Cemburu ku hilang, dan kini aku benar-benar terpukau oleh Imam seluruh makmum ini. Hari itu aku menjadi pandangan banyak mata karena namaku menjadi nama buku yang di promosikan oleh suami ku.
Aku sangat bangga dengan suami ku karena Suami ku Imam Seluruh Makmum

***

"Sungguh wanita sanggup menahan cinta selama 40 tahun, namun tak sanggup menahan cemburu meski hanya sesaat"
(Ali Bin Abi Tholib)

Jumat, 19 Februari 2016

Kata Indah Ketika Cinta Bertasbih




  • Setiap orang pasti punya prinsip dalam hidupnya, biasanya berdasarkan apa yang diyakini kebenarannya. Prinsip hidup saya berdasarkan Al-Quran dan Hadist.
  • Mungkin orang akan mengatakan saya kolot, kampungan, gak jamani, bahkan primitif sekalipun, saya tidak peduli, karena saya bahagia dengan apa yang saya yakini kebenarannya.


  • Memilih pasangan hidup itu menentukan masa depan kita, bahkan akhirat kita. Jadi harus cermat dan penuh dengan pertimbangan.


  • Musibah itu datangnya dari Allah, jadi tidak ada yang menyusahkan siapa pun.


  • Yang namanya rezeki itu sudah ditulis di Lauh Mahfuzh.


  • Mengutamakan orang lain dalam mendekatkan diri kepada Allah atau dalam hal ibadah itu hukumnya Makruh. Kalau mengutamakan orang lain untuk selain ibadah, itu justru sangat dianjurkan.


  • Cinta adalah kekuatan yang mampu mengubah duri menjadi mawar, mengubah cuka jadi anggur, mengubah malang jadi untung, mengubah sedih jadi riang, mengubah setan jadi nabi, mengubah iblis jadi malaikat, mengubah sakit jadi sehat, mengubah bakhil jadi dermawan, mengubah kandang jadi taman, mengubah penjara jadi istana, mengubah amarah jadi ramah, mengubah musibah jadi muhibah. Itulah cinta.


  • Sekalipun cinta telah ku uraikan, dan kujelaskan panjang lebar, namun jika cinta kudatangi, aku jadi malu pada keteranganku sendiri. Meskipun lidahku telah mampu menguraikan, namun tanpa lidah cinta ternyata lebih tenang, sementara pena begitu tergesa-gesa menuliskannya. Kata-kata pecah berkeping-keping, begitu sampai pada cinta. Dalam menguraikan cinta, akal terbaring tak berdaya, bagaikan keledai berbaring dan menunggu. Cinta sendirilah yang menerangkan cinta.


  • Cinta sejati itu menyembuhkan, bukan menyakitkan.
  • Kamu jangan galau oleh perasaanmu, sebab iblis selalu menunggangi manusia menuju dosa.
  • Haram hukumnya bagi seorang muslim melamar diatas lamaran saudaranya sendiri, terlebih sampai menikahinya.

Revolusi Sosial Sumatera Timur

Revolusi Sosial Sumatera Timur adalah gerakan sosial di Sumatera Timur oleh rakyat terhadap penguasa kesultanan Melayu yang mencapai puncaknya pada bulan Maret 1946. Revolusi ini dipicu oleh gerakan kaum komunis yang hendak menghapuskan sistem kerajaan dengan alasan antifeodalisme. Revolusi melibatkan mobilisasi rakyat yang berujung pada pembunuhan anggota keluarga kesultanan Melayu yang dikenal pro-Belanda namun juga golongan menegah pro-Republik dan pimpinan lokal administrasi Republik Indonesia. [1]

Latar belakangSunting

Karena sulitnya komunikasi dan transportasi, proklamasi kemerdekaan 17 Agustus baru dibawa oleh Mr. Teuku Muhammad Hasan selaku Gubernur Sumatra dan Mr. Amir selaku Wakil Gubernur Sumatra dan diumumkan di Lapangan Fukereido (sekarang Lapangan Merdeka), Medan pada tanggal 6 Oktober 1945. Pada tanggal 9 Oktober 1945 pasukan AFNEI dibawah pimpinan Brigjen T.E.D. Kelly mendarat di Belawan.
Kedatangan pasukan AFNEI ini diboncengi oleh pasukan NICA yang dipersiapkan untuk mengambil alih pemerintahan dan membebaskan tawanan perang orang-orang Belanda di Medan.[2] Pada pertengahan abad ke-19, perkebunan tembakau tumbuh dengan pesat di wilayah kesultanan Deli [5]sehingga mengakibatkan migrasi buruh (koeli) perkebunan yang diangkut oleh Belanda. Pada awal abad ke-20, hampir separuh penduduk Sumatera Timur adalah buruh pendatang yang banyak dieksploitasi oleh Belanda.
Meletusnya revolusi sosial di Sumatera Utara tidak terlepas dari sikap sultan-sultan, raja-raja dan kaum feodal pada umumnya, yang tidak begitu antusias terhadap kemerdekaan Indonesia karena setelah Jepang masuk, pemerintah Jepang mencabut semua hak istimewa kaum bangsawan dan lahan perkebunan diambil alih oleh para buruh. Kaum bangsawan tidak merasa senang dan berharap untuk mendapatkan hak-haknya kembali dengan bekerja sama dengan Belanda/NICA, sehingga semakin menjauhkan diri dari pihak pro-republik.
Sementara itu pihak pro-republik mendesak kepada komite nasional wilayah Sumatera Timur supaya daerah istimewa seperti Pemerintahan swapraja/kerajaan dihapuskan dan menggantikannya dengan pemerintahan demokrasi rakyat sesuai dengan semangat perjuangan kemerdekaan. Namun pihak pro-repbulik sendiri terpecah menjadi dua kubu; kubu moderat yang menginginkan pendekatan kooperatif untuk membujuk kaum bangsawan dan kubu radikal yang mengutamakan jalan kekerasan dengan penggalangan massa para buruh perkebunan.[3]

Revolusi Sosial Maret 1946Sunting

Amir Hamzah (tengah), Mohammad Lawit(kanan), & Hajat Soedidjo (kiri)
Amir Hamzah salah satu korban Revolusi Sumatera Timur
Di Tanjung Balai, Asahan 3 Maret 1946 sejak pagi ribuan massa telah berkumpul. Mereka mendengar bahwa Belanda akan mendarat di Tanjung Balai. Namun kerumunan itu berubah haluan mengepung istana Sultan Asahan. Awalnya gerakan massa ini dihadang TRI namun karena jumlahnya sedikit, massa berhasil menyerbu istana sultan. Besoknya, semua bangsawan Melayu pria di Sumatera Timur ditangkap dan dibunuh. Hanya dalam beberapa hari, 140 orang kedapatan mati, termasuk para penghulu, pegawai didikan Belanda, dan sebagian besar kelas tengku.
Di Tanjung Balai dan di Tanjung Pasir hampir semua kelas bangsawan mati terbunuh. Sedangkan di Simalungun, Barisan Harimau Liar membunuh Raja Pane. Gerakan ini juga memakan korban yang terjadi di Tanah Karo. Di daerah kesultanan besar, Deli, Serdang, dan Langkat Persatuan Perjuangan mendapat perlawanan. Serdang yang memang dalam sejarahnya anti-Belanda tidak terlalu dibenci masyarakat dan juga terlindung karena ada markas pasukan TRI di Perbaungan.
Sedangkan istana Sultan Deli terlindung karena adanya benteng pertahanan tentara sekutu di Medan sedangkan istana Langkat juga terlalu kuat untuk diserbu. Pergolakan sosial berlanjut pada 8 Maret. Sultan Bilah dan Sultan Langkat ditangkap lalu dibunuh. Berita yang paling ironis adalah pemerkosaan dua orang putri Sultan Langkat, pada malam jatuhnya istana tersebut, 9 Maret 1946 dan dieksekusinya penyair terkemuka Tengku Amir Hamzah. Meskipun pemerkosa ditangkap dan dibunuh namun revolusi telah melenceng jauh. [3]
Gerakan itu begitu cepat menjalar ke seluruh pelosok daerah Sumatera Timur oleh para aktivis PKI, PNI dan Pesindo. Puluhan orang yang berhubungan dengan swapraja ditahan dan dipenjarakan oleh lasykar-lasykar yang tergabung dalam Volksfront. Di Binjai, Tengku Kamil dan Pangeran Stabat ditangkap bersama beberapa orang pengawalnya. Istri-istri mereka juga ditangkap dan ditawan ditempat berpisah. [4]
Pada tanggal 5 Maret Wakil Gubernur Mr. Amir mengeluarkan pengumuman bahwa gerakan itu suatu “Revolusi Sosial”. Keterlibatan aktivis Partai Komunis dalam revolusi sosial di Sumatera Timur memberikan kontribusi besar; terlebih lagi tanggal 6 Maret 1946, Wakil Gubernur Dr. Amir secara resmi mengangkat M. Joenoes Nasoetion, yang juga ketua PKI Sumatera Timur sebagai Residen Sumatera Timur. Untuk meminimalkan korban Revolusi Sosial, Residen Sumatera Timur M. Joenoes Nasution untuk sementara waktu bekerjasama dengan BP.KNI maupun Volksfront, dan Mr. Luat Siregar diangkat menjadi Juru Damai (Pacifikator) untuk seluruh wilayah Sumatera Timur dengan kewenangan seluas-luasnya
Copas dari wikipedia.com

Curhat Wanita Bercadar Penyentuh Hati

📝 Surat Terbuka Untuk LGBT Dari Muslimah Bercadar 🌸

Bismillah..
Kemarin pagi saya membaca di linimasa akun facebook saya yang sedang ramai membicarakan tayangan Indonesia Lawyer Club yang tayang pada tanggal 16 Februari kemarin di TVOne. Karena penasaran, akhirnya saya klik tautan rekaman tayangan tersebut di youtube. Durasi totalnya sekitar 2 jam 45 menit.

Saya simak benar-benar setiap perkataan narasumber. Lalu ketika narasumber dari komunitas LGBT membuka suara menuntut agar tidak mendapatkan diskriminasi alih-alih karena Hak Asasi Manusia, saya jadi penasaran, memang diskriminasi apasih yang mereka dapatkan?

Setelah mereka berbicara panjang lebar respon saya cuma satu, “Lho, jadi cuma gitu doang?” Kata mereka diskriminasi yang mereka dapat berupa bully, dilarang kerja di perusahaan tertentu, dilarang kuliah di kampus tertentu. Wah itu sih bagi saya hal sepele banget. Kalau hanya se sepele itu saya dan kawan-kawan saya lainnya yang bercadar juga gampang saja lapor KOMNAS HAM karena didiskriminasi.

Saya seorang mahasiswi dan bercadar dalam keseharian saya, baik ke kampus atau pergi ke mana pun. Mungkin saya adalah salah satu muslimah bercadar yang beruntung dibandingkan dengan teman-teman saya lainnya yang mengenakan cadar, keluarga saya mendukung saya dan kampus saya juga mengizinkan untuk bercadar. Banyak teman-teman saya yang bercadar mendapat pertentangan dari orang tuanya.

Tidak perlu sampai ke tahap mengenakan cadar, yang mengenakan jilbab syar’i (yang lebar) saja pun banyak yang mendapat pertentangan keras dari keluarganya. Ada yang sampai dikurung dan tidak boleh keluar-keluar. Ada yang kalau pulang ke rumah dan ketahuan punya pakaian syar’i, pakaiannya digunting-gunting lalu dibakar oleh keluarganya, itu baru keluarga inti, keluarga yang paling dekat, bagaimana sekeluarga besar? Itu baru diskriminasi dari pihak keluarga belum dari pihak masyarakat.

Di masyarakat sendiri, kami pun sering mendapatkan perlakuan diskriminatif. Dipandang secara sinis, dicaci, dimaki, dikata-katai, dipermalukan di depan umum. Ketika menjadi pembeli kami tidak mendapat perlakuan yang manis dari para pelayan, dan masih banyak lagi, di antaranya:

1. Ketika saya berada di Rumah Sakit di salah satu kawasan di Yogyakarta, ada seorang bapak yang mencaci saya dengan mengatakan “Dasar Setan” dengan intonasi dan nada penuh kebencian.

2. Bulan lalu saya diteriaki oleh seorang sales disebuah pusat perbelanjaan “WOI ISIS”. Saya juga pernah diteriaki “TERORIS” ketika sedang berjalan di tengah keramaian Malioboro.

3. Ketika saya sedang naik Commuter Line, saya malah dijadikan bahan ancaman oleh seorang ibu-ibu untuk menakut-nakuti anaknya agar anaknya diam, “Kalau kamu gak mau diam, Ibu kasih kamu ke dia.” Memangnya saya semenyeramkan itu?

4. Ketika di bandara saya diperiksa dengan pemeriksaan super ketat yang itu TIDAK DILAKUKAN KEPADA CALON PENUMPANG PESAWAT LAINNYA. Ketika masuk Mall tas saya diperiksa padahal pengunjung yang lain tidak.

5. Saya juga pernah dikatai oleh seorang Waria di Sunmor UGM, “Iii ada Mbak Ninja”, lha kaum kalian teriak-teriak tidak mau didiskriminasi lho kok malah mendiskriminasi orang lain?

Lalu sang narasumber ILC juga menyampaikan bahwa banyak kaum LGBT yang dilarang bekerja di suatu perusahaan tertentu dan dilarang kuliah di kampus tertentu. Walah, hal yang seperti ini tidak hanya kalian yang merasakan, kami para muslimah bercadar dan/atau berjilbab lebar pun demikian.

Seandainya dibuat sebuah penelitian tentang mana yang lebih banyak jumlah diskriminasi, terhadap kaum LGBT ataukah terhadap muslimah bercadar dan/atau berjilbab lebar, saya yakin hasilnya perusahaan yang membolehkan pekerjanya dari kaum LGBT lebih banyak daripada perusahaan yang membolehkan karyawatinya bercadar.

Dalam ranah universitas pun, masih banyak universitas-universitas yang melarang Mahasiswinya bercadar. Banyak sekali. Bahkan teman-teman saya memakai masker untuk menutup wajah pun dilarang sampai pihak kampus memerintahkan petugas keamanan untuk memberi peringatan kepada mahasiswi yang berjilbab panjang dan mengenakan masker untuk menanggalkan maskernya.

Ada pula teman saya yang disindir oleh dosennya, “Kamu pake masker karena keimanan yang kamu percaya atau karena sakit? Kalau karena imanmu, semoga kamu masuk surga deh.”

Salah satu narasumber dari pakar komunikasi UI, Bapak Ade Armando, menyampaikan bahwa ada mahasiswanya yang ketika ia berangkat dari rumahnya ia harus mengenakan pakaian laki-laki, lalu di tengah jalan ia berganti pakaian menjadi pakaian wanita, dan ketika di kampus ia berdandan seperti wanita, padahal aslinya ia adalah pria. Pak Ade, kasus seperti ini juga banyak sekali kami alami. Bahkan terjadi kepada mahasiswi bapak juga.

Teman-teman saya ketika liburan kuliah dan pulang ke rumah terpaksa menanggalkan cadarnya, atau memendekkan jilbabnya agar tidak dicap ekstremis oleh orang tua dan tetangga-tetangganya di kampung. Lalu ketika kembali lagi ke kota tempatnya menimba ilmu, di tengah jalan ia harus berganti pakaian juga.

Diskriminasi lainnya yang tidak akan para LGBT rasakan dan hanya kami yang merasakan adalah sulitnya mau keluar negeri karena berbelit-belit di imigrasi, diinterogasi panjang lebar, dituduh sebagai teroris dan sebagainya. Tentu berbeda dengan kalian yang mudah saja ketika mau ke luar negeri. Jika kalian tidak diterima di negeri ini, kalian masih bisa ke luar negeri karena di luar negeri, khususnya negara barat, bisa menerima kalian. Tetapi berbeda dengan kami. Kami tetap saja menjadi bahan 'bullying' baik dalam negeri maupun luar negeri.

Barangkali kalian pun tidak pernah masuk ke tempat-tempat umum seperti mall atau bandara lalu diperiksa dengan pemeriksaan super ketat, bukan? Kami sering mengalaminya! Seakan-akan kami ini selalu dicurigai membawa bom atau akan melakukan aksi teror.

Dan satu lagi, jika kalian hanya akan di-bully saat menunjukkan "identitas" kalian, lain halnya dengan kami. Kami para muslimah bercadar dan/atau berjilbab lebar ini jadi korban bully sepanjang waktu.

Jelas apa yang kami dapatkan itu adalah bentuk-bentuk diskriminasi.
Tapi apakah ada yang dengan gigih membela kami dari kalangan aktivis HAM? Mengapa justru membela sesuatu yang jelas-jelas menyimpang seperti LGBT?

Para aktivis HAM, ketika bicara tentang ajaran Islam, maunya islam dengan konsep Islam Nusantara, alasannya karena kearifan lokal. Namun ketika bicara urusan LGBT, maunya seperti luar negeri seperti Amerika, alasannya karena persamaan hak. Standar Ganda.

Intinya tidak perlu berlebihan. Kalian merasa menjadi pihak yang paling terzalimi sejagad Indonesia Raya dan merasa yang paling banyak mendapatkan perlakuan diskriminatif dibanding rakyat Indonesia lainnya.

Masih banyak orang lain yang diperlakukan diskriminatif lebih parah daripada kalian, hanya saja mereka tidak koar-koar di media dan tidak menuntut belas kasih KOMNAS HAM.

Lagipula jika kalian mendapatkan perlakuan yang berbeda, itu wajar dan sah-sah saja. Karena LGBT adalah penyakit, ancaman, penuh propaganda, menular, dan bertentangan dengan segala macam tinjauan baik secara medis, psikologis, agama, sosial, kemanusiaan, maupun tinjauan akal sehat manusia sehingga perlu mendapatkan perlakuan berbeda ketika muncul di tengah masyarakat.

Adapun kami sebagai muslimah bercadar dan berjilbab, diskriminasi yang kami terima semata karena beberapa elemen masyarakat belum teredukasi dengan aturan ajaran Islam tentang jilbab.

Cadar dan jilbab yang kami kenakan bukanlah sebuah penyakit, bukan pula ancaman, tidak mengandung propaganda, tidak menular, tidak pula bertentangan dengan tinjauan apapun baik sosial, medis, psikologis, apalagi agama.

Kami yang semestinya tidak pantas diperlakukan diskriminatif hanya karena lembaran kain gelap yang kami kenakan tidak mengemis belas kasihan masyarakat luas, apalagi Komnas HAM, agar bersikap wajar terhadap kami.

Adapun kalian kaum LGBT, perlakuan diskriminatif masyarakat terhadap kalian memang sudah sewajarnya demi kebaikan kalian sendiri agar kembali menjadi manusia yang berorientasi seksual yang normal sehingga tidak lagi menjadi ancaman bagi masyarakat.

Selama kalian menyalahi fitrah kalian sebagai pria atau wanita yang diciptakan oleh Allah secara heteroseksual, jangan pernah berharap masyarakat akan sepenuhnya menerima kondisi kalian yang secara nyata telah menjadi ancaman dan bertentangan dengan berbagai tinjauan apapun.

Hadanillahu wa iyyakum.

Semoga Allah memberi hidayahNya kepada saya dan kita semua.

Yogyakarta, 19 Februari 2016

📝 Penulis: Sheren Chamila Fahmi

Senin, 08 Februari 2016

Surat Terahir Nurhayati Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk


Pergantungan jiwaku,Zainuddin!


Ke mana lagi langit tempatku bernaung, setelah engkau hilang pula daripadaku, Zainudin.
Apakah artinya hidup ini bagiku kalau engkau pun terus memupus namaku dari hatimu!

            Sungguh besar sekali harapanku hendak hidup dekatmu. Akan berkhidmat kepadamu dengan segenap daya dan upaya, supaya mimpi yang telah engkau rekatkan sekian lamanya bisa makbul. Supaya dapat segala kesalahan yang besar-besar yang telah kuperbuat terhadap kepada dirimu saya tebusi. Tetapi cita-citaku itu tinggal selamanya menjadi cita-cita, sebab engkau sendiri yang menutupkan pintu di hadapanku: Saya kau larang masuk, sebab engkau hendak mencurahkan segala dendam kesakitan yang telah sekian lama bersarang didalam hatimu. yang selalu menghambat-hambat perasaan cinta yang suci. Lantaran membalas dendam itu, engkau ambil suatu keputusan yang maha kejam, engkau renggutkan tali pengharapanku, padahal pada tali itu pula pengharapanmu sendiri tergantung. Sebab itu percayalahlah ,Zainudin. bahwa hukuman ini bukan mengenai diriku seorang, bukan ia menimpa kan kecelaka kepadaku saja, tetapi kepada kita berdua. Karena saya percaya bahwa engkau masih tetap cinta kepadaku.

            Zainudin! Kalau saya tak ada, hidupmu tidak juga beruntung, percayalah!

            Di dalam jiwaku ada suatu kekayaan besar yang engkau sangat perlu kepadanya, dan kekayaan itu belum pernah kuberikan kepada orang lain, walaupun kepada Aziz, ialah kekayaan cinta. Saya tahu bahwa engkau kekurangan itu. Saya merasa bahwa saya sanggup memberimu bahagia pada tiap-tiap saat hidupmu, yang tiada seorang perempuan agaknya yang sanggup menandingi saya di dalam alam ini dalam kesetiaan memegangnya, sebab sudah lebih dahulu digiling oleh sengsara dan kedukaan, dipupuk dengan air mata dan penderitaan. Dan kalau sedianya engkau kabulkan, kalau sedianya engkau terima kedatanganku, saya pun tidak meminta upah dan balasan dari engkau. Upah yang saya harapkan hanya dari Dia, Allah Yang Maha Esa , supaya engkau diberiNya bahagia , dihentikannya aliran air matamu yang telah mengalir sekian lama. Upahku yang kedua, yang saya harapkan daripadaNya, hanyalah supaya saya dapat hidup dekatmu, laksana hidupnya sebatang rumput sarut di bawah lindungan pohon beringin dengan aman dan sentosa, dipuput oleh angin pagi yang lembut gemulai…

            Zainuddin!..Mengapa engkau tak suka memaafkan kesalahanku? Demi Allah! Saya sudah insaf, bahwa tidak ada seorang pun yang pernah saya cintai didalam alam ini, melainkan engkau seorang. Tidak pernah beroleh tenteram diriku setelah aku coba hidup dengan org lain. Orang yang telah mengecewakan hatimu itu, yang sekarang telah insaf dan telah menghukum dirinya sendiri, meskipun dia sanggup memperoleh tubuhku, dia selamanya belum sanggup memperoleh hatiku. Karena hatiku telah untukmu sejak saya kenal akan dikau.

            Kalau sekiranya engkau maafkan kesalahanku,cengkau lupakan kebebalan dan kecongkakan ninik mamakku,kalau…kalu sekiranya maafmu memberi izin mimpimu sendiri terkabul; kalau sedianya semuanya itu kejadian,ecngkau akan beroleh seorang perempuan yang masih suci batinnya, suci jiwanya, belum pernah disentuh orang lain, hatinya belum pernah dirampas orang, yang tidak bedanya dengan ’Permatamu yg Hilang’ dan dengan gadis Batipuh yang engkau cintai dua dan tiga tahun yang lalu, yang gambarnya tergantung di kamar mu!

            Piala kecintaan terletak dihadapan kita, penuh dengan madu hayat nikmat ilahi. Air madu itu telah tersedia di dalamnya untuk kita minum berdua, biar isinya menjadi kering, dan setelah kering kita telah boleh pulang ke alam baqa dengan wajah yang penuh senyuman, kita mati dengan bahagia sebagaimana hidup telah bahagia.Tiba-tiba dengan tidak merasa kasihan, engkau sepakkan piala itu dengan kakimu, sehingga terjatuh, isinya tertumpah habis, pialanya pecah. Lantaran itu, baik saya atau engkau sendiri, meskipun akan masih tetap hidup, akan hidup bagai bayang-bayang layaknya. Dan kalau kita mati, kita akan menutup mata dengan penuh was-was dan penyesalan.

            Apa sebab engkau begitu kejam, tak mau memberi maaf kesalahanku? Padahal telah lebih dahulu bertimpa-timpa azab sengsara ke atas diriku lantaran mungkir ku! Kelihatan oleh matamu sendiri bagaimana saya dan suamiku menjadi pengemis di waktu kayamu, menumpang di rumahmu untuk mmperlihatkan bagaimana sengsaraku lantaran tak jadi bersuami dengan engkau. Hilang…hilang semuanya. Hilang suami yang kusangka dapat memberiku bahagia. Hilang kesenagan dan mimpi yang ku harap-harapkan. Setelah semuanya kuderita, harus kudengar pula dari mulutmu sendiri kata penyesalan, membongkar kesalahan yg lama, yg memang sudah nyata kesalahan, yang oleh Tuhan sendiripun kalau kita bertobat kepadaNya, walaupun bagaimana besar dosa, akan diampuniNya.

            Adakah engkau tahu, hai Zainuddin, siapakah perempuan yang duduk di kamar tulismu kemarin itu? Yang engkau beri kata pediih, kata penyesalan, kata engkau bongkar kesalahannya dan kedosaaannya, yang engkau remukkan jiwanya dengan tiada peduli?

            Perempuan itu tidak lain dari satu bayang-bayang yang telah hilang segenap semangatnya, yang telah habis seluruh kekuatannya, tidak berdaya upaya lagi, habis kekuatan panca inderanya dan perasaannya; matanya melihat, tetapi tak bercahaya, telinga mendengar, tetapi tiada ia  mafhum lagi apa yg didengarnya.

            Yang tinggal hanya tubuhnya,batinnya sudah tak berkekuatan lagi…

            Inilah dia  perempuan yang engkau sakiti itu. Itulah perempuan yang engkau timbang sengsaranya dan ratapnya. Engkau ulurkan kepadanya tanganmu yang kuat dan kuasa, engkau tikam dia dengan keris pembalasan, mengenai sudut jantungnya, terpancar darah dan akan tetap mengalir sampai sekering-keringnya, mengalir bersamaan dengan jiwanya..

            Inilah perempuan yang engkau sakiti itu!

            Tetapi sungguhpun demikian pembalasan yang engkau timpakan ke atas pundakku, kesalahanmu telah ku ampuni, telah kuhabisi, telah kumaafkan. Sebabnya ialah lantaran saya cinta akan engkau. Dan Karena saya tahu bahawasanya yang demikian engkau lakukan adalah lantaran cinta juga. Cuma satu pengharapan yang penghabisan, heningkan hatimu kembali, sama-sama kita habisi kekecewaan yang sudah-sudah, ampuni saya, maafkan saya, letakkan saya kembali dalam hatimu menurut letak yang bermula, cintai saya kembali sebagaimana cintaku kepadamu dan jangan saya dilupakan…

            Engkau suruh saya pulang ke kampungku dan engkau berjanji akan membantuku sekuat tenagamu sampai saya bersuami pula.

            Zainudin! Apakah artinya harta dan perbantuan itu bagiku, kalau bukan dirimu yang ada dekatku?

            Saya turutkan permintaan itu, saya akan  pulang .Tetapi, percayalah Zainudin bahwa saya pulang ke kampungku, hanya dua yang ku nantikan: pertama kedatangan mu kembali, menurut janjiku yang bermula, yaitu akan menunggumu, biar berbilang tahun,biar berganti musim. Dan yang kedua ialah menunggu maut, biar saya mati dengan meratapi keberuntungan yang hanya bergantung di awang-awang itu.

            Selamat tinggal, Zainudin! Selamat tinggal, wahai orang kucintai di dunia ini! Seketika saya meninggalkan rumah mu, hanya namamu yang tetap jadi sebutan ku. Dan agaknya kelak, engkaulah yang akan terpatri dalam doaku, bila saya menghadapTuhan di akhirat…

            Mana tahu, umur di tangan Allah! Jika saya mati dahulu, dan masih sempat engkau ziarah ke tanah pusaraku, bacakan doa di atasnya, tanamkan di sana daun puding panca warna dari bekas tanganmu sendiri, untuk jadi tanda bahwa di sanalah terkubur seorang perempuan muda, yang hidupnya penuh dgn penderitaan dan kedukaaan dan matinya remuk rindu dan dendam..

            Mengapa suratku ini banyak membicakan mati? Entahlah, Zainudin, saya sendiri pun heran, seakan-akan kematian itu telah dekat datangnya. Kalau ku mati dahulu daripadamu,  jangan engkau berduka hati, melainkan sempurnakan permohonan doa kepada Tuhan, moga-moga jika banyak benar halangan pertemuan kita di dunia, terlapanglah pertemuan kita di akhirat, pertemuan yang tidak akan diakhiri lagi oleh maut dan tidak dipisahkan oleh rasam basi manusia…

            Selamat tinggal, Zainudin, dan biarlah penutup surat ini ku ambil perkataan yg paling enak ku ucapkan di mulut ku dan agaknya entah dengan  itu ku tutup hayatku di samping menyebut kalimat syahadat, yaitu : Aku cinta akan engkau, dan kalau ku mati, adalah kematianku di dalam mengenangkan engkau…”
                                                                                               
                                                                                              .Sambutlah salam dari:
                                                                                                            Hayati