Info Admin 0852 7005 5040 pin 5cad584a

Rabu, 18 Mei 2016

Berislam Lebih Santun Part II

Berislam lebih santun Part II
Oleh Muhammad Rizki Akbar Siregar Asy-syafi'iyyi

I. Sekapur Sirih
Perbedaan adalah satu hal yang tidak bisa di pisahkan dari umat ahir zaman seperti kita saat ini, karena itu sudah jelas di sabdakan nabi:
مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفاً كًثِيْراً. فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
Barangsiapa yang hidup setelah ku maka ia akan melihat perbedaan yang banyak sekali. Maka wajib untuk kalian dengan sunnah ku dan Khulafa' Arrasyiddin gigitlah (Pertahankan) atasnya dengan gerahang-gerahang (Hadis Arbain HR. Tirmizi dan Abu Daud)

Al-Quran dan Sunnah adalah dua hujjah yang tak bisa di bantahkan lagi, dengan pemahaman para sahabat dan ulama' terdahululah (Salaf ash-sholih) seorang mukmin dapat memahami Al-Quran dan Sunnah, karena mereka lah orang yang pertama mengenal Islam dan seluk-beluknya seperti para sahabat.

II. Perbedaan Pendapat Sahabat
Ketahuilah saudara ku mengapa kita harus mmenghormati perbedaan pendapat (Ikhtilaf), Karena sejatinya sahabat sendiri sedari dulu sudah mengenalnya adanya ikhtilaf
عَنْ ابْنِ شِهَابٍ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبَّاسٍ وَأَبَا هُرَيْرَةَ اخْتَلَفَا فِي قَضَاءِ رَمَضَانَ فَقَالَ أَحَدُهُمَا يُفَرِّقُ بَيْنَهُ وَقَالَ الْآخَرُ لَا يُفَرِّقُ بَيْنَه

Dari Ibnu Syihab Sesungguhnya Abdullah Bin Abbas dan Abu Hurairah berbeda dalam mengganti puasa Ramadhan maka ia berkata (Ibnu Syihab) salahsatu diantara keduanya berpendapat memisahkan antaranya (antara menggantinya) dan yang satunya berpendapat tidak dipisahkan. (HR. Malik dalam kitab Al-Muwattho')

So, Sahabat aja toh masih ada ikhtilaf, tapi tidak ada di antara mereka menyalakan atau menyesatkan satu sama lain.

III. Ikhtilaf atau Bid'ah
Bid'ah inilah yang banyak diributkan oleh masyarakat. Kalangan yang berusaha menghindari bid'ah adalah baik menurut Rasul karena sudah berpegang teguh kepada wasiat Rasul:
مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفاً كًثِيْراً. فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
Barangsiapa yang hidup setelah ku maka ia akan melihat perbedaan yang banyak sekali. Maka wajib untuk kalian dengan sunnah ku dan Khulafa' Arrasyiddin gigitlah (Pertahankan) atasnya dengan gerahang-gerahang (Hadis Arbain HR. Tirmizi dan Abu Daud)
Patutlah di apresiasi para penghindar perkara Bid'ah ini karena memirnikan Islam berdasarkan Al-Quran dan Sunnah (Hadis Shohih dan Hasan) dan meninggalkan segala perbuatan yang di ada-adakan tanpa ada dalil yang kuat dalam pembolehannya. Sebagaimana sabda Nabi SAW:
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ،
Tinggalkan perbuatan yang di ada-adakan (Bid'ah) (HR Abu Daud dan Tirmizi dalam Kitab Hadis Arbain)
Selain itu perbuatan Bid'ah adalah perbuatan yang tertolak dan sia-sia. Sebagaimana sabda Nabi SAW:
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ.
Barangsiapa yang mengada-ada dalam urusan kami (keagamaan) apa yang tidak ada darinya maka ia tertolak (HR. Bukhori dan Muslim dalam Hadis Arbain)
Dan diriwayat muslim di jelaskan bahwa amalan Bid'ah tiada baginya ganjaran kecuali hanya tertolak juga.
من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد
Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang tidak ada atasnya perintah kami maka ia (amalan) itu tertolak (HR Muslim dalam Hadis Arbain)
Tentulah perbuatan yang tertolak ini adalah sia-sia dan alangkah baiknya bagi seorang muslim untuk meninggalkan perkara sia-sia sebagaimana sabda Nabi SAW:
مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ

Dari kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat baginya (HR. Tirmizi dalam Hadis Arbain)

Begitulah keagungan para penjaga agama Allah yang di jelaskan Nabi, Namun apakah hadis yang kita fahami keshohihannya sama dengan pemahaman yang lain memahami hadis, tentulah tidak. Malik dengan Muwattho'nya punya dasar tersendiri Syafi'i dengan Musnadnya tersendiri Ahmad Bin Hanbal dengan musnadnya tersendiri. Umat ahir zaman seperti kita ini tidak bisa memvonis mereka salah dalam hadis dan lemah dasar hadisnya. Karena mereka ini penghafal Quran dan Penghafal hadis beserta orang-orang yang telah menyampaikannya sampai ke jalur sahabat dan Nabi, sedangkan kita baru hafal beberapa ayat dan matan hadis saja sudah di anggap hebat dan tak jarang merasa hebat sampai berani memvonis salah bahkan sesat apa yang di rumuskan perihal agama oleh para mujtahid-mujtahid di atas.
Peganglah Al-Quran dan Sunnah kuat-kuat. Fahamilah maknanya dengan sebaik-baik faham, jika ilmu mu belum sampai untuk memahaminya sendiri maka rujuklah dari Ulama' yang faham di bidangnya. Karena mengamanahkan sesuatu kepada yang bukan ahlinya merupakan awal dari tanda kiamat
فَإِذَا ضُيِّعَتْ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ قَالَ كَيْفَ إِضَاعَتُهَا قَالَ إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ
Maka apabila telah dihilangkan amanat maka tunggulah kiamat ia berkata (Arab Badui) bagaimana hilangnya amanah, Nabi Bersabda: Apabila perkara dipegang yang bukan Ahlinya maka tunggulah kiamat (HR. Bukhori Bab Ilmu)
Oleh sebab itu belajarlah, belajarlah, belajarlah.
من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين
Barangsiapa yang di kehendaki Allah akannya kebaikan, Allah akan memamahaminya di dalam agama (HR Bukhori Muslim dalam kitab Targhib Wa Tarhib)

اكتفيت بهذا

Bilamana hadis itu shahih, maka itulah pendapat ku (Muhammad bin Idris Asy-syafi'i)

والله أعلم

Tidak ada komentar:

Posting Komentar